Asal Usul dan Sejarah Suku Tengger
Suku Tengger Bromo dikenal sebagai salah satu kelompok masyarakat yang mendiami kawasan pegunungan di Jawa Timur, khususnya di sekitar Gunung Bromo. Asal-usul mereka diyakini berasal dari keturunan Majapahit yang tetap mempertahankan tradisi Hindu meskipun kerajaan besar itu runtuh pada abad ke-15. Dari situlah, komunitas ini berkembang menjadi kelompok masyarakat yang kuat dalam menjaga identitas budaya mereka.
Nama “Tengger” sendiri dipercaya berasal dari gabungan nama Roro Anteng dan Joko Seger, pasangan legendaris yang menjadi cikal bakal masyarakat di kawasan ini. Legenda tersebut tidak hanya menjadi cerita rakyat, tetapi juga simbol persatuan dan kekuatan dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan di lingkungan pegunungan. Hingga kini, sejarah panjang tersebut masih dilestarikan melalui ritual, seni, dan adat istiadat yang khas.
Kehidupan Masyarakat di Lereng Bromo
Masyarakat Tengger dikenal hidup dengan sederhana namun harmonis. Mata pencaharian utama mereka adalah bertani sayuran, kentang, wortel, dan hasil bumi lainnya yang tumbuh subur di tanah vulkanik Gunung Bromo. Kehidupan bertani ini tidak hanya menopang kebutuhan sehari-hari, tetapi juga menjadi bagian penting dalam upacara adat, di mana hasil pertanian dipersembahkan sebagai wujud rasa syukur.
Selain bertani, masyarakat Tengger juga terlibat dalam sektor pariwisata. Keindahan Gunung Bromo yang mendunia menjadikan banyak warga berprofesi sebagai pemandu wisata, penyedia jasa transportasi kuda, hingga penjual makanan tradisional. Kehidupan sosial mereka dijalani dengan penuh kebersamaan, terlihat dari tradisi gotong royong yang masih kuat dipraktikkan hingga sekarang.
Kepercayaan dan Sistem Religi
Walau berada di wilayah mayoritas Muslim, Suku Tengger Bromo masih memeluk agama Hindu, terutama aliran Hindu Dharma. Mereka meyakini adanya Sang Hyang Widi Wasa sebagai dewa tertinggi, disertai penghormatan kepada berbagai dewa-dewi lainnya. Ajaran agama tersebut berpadu dengan kepercayaan lokal yang diwariskan leluhur, sehingga membentuk sistem religi yang unik.
Tempat ibadah utama masyarakat Tengger adalah Pura Luhur Poten, yang terletak di lautan pasir Gunung Bromo. Pura ini menjadi pusat aktivitas spiritual dan ritual keagamaan, terutama ketika upacara besar dilaksanakan. Kehadiran pura di tengah alam terbuka menambah kesan sakral dan menunjukkan bagaimana spiritualitas mereka selalu menyatu dengan alam.
Upacara Yadnya Kasada: Puncak Ritual Sakral

Upacara Yadnya Kasada adalah tradisi paling terkenal dari Suku Tengger Bromo. Ritual ini biasanya diadakan setiap bulan Kasada menurut penanggalan Jawa, tepatnya pada malam bulan purnama. Upacara ini memiliki makna penting sebagai wujud penghormatan kepada leluhur serta ungkapan syukur atas hasil bumi yang melimpah.
Dalam pelaksanaannya, masyarakat membawa berbagai hasil panen seperti sayuran, buah, hingga ternak, untuk dipersembahkan kepada Sang Hyang Widi. Persembahan tersebut kemudian dilemparkan ke kawah Gunung Bromo sebagai simbol kerelaan berbagi dan pengorbanan. Ribuan orang berkumpul di sekitar pura dan lautan pasir, menciptakan suasana yang sakral sekaligus memukau wisatawan.
Legenda di Balik Upacara Kasada
Ritual Kasada tidak lepas dari legenda Roro Anteng dan Joko Seger. Menurut cerita, pasangan ini berdoa kepada para dewa agar diberikan keturunan. Doa mereka terkabul, tetapi dengan syarat anak bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo. Setelah memiliki 25 anak, pasangan itu akhirnya rela mengorbankan anak terakhir mereka, Kusuma, sebagai bentuk janji yang ditepati.
Sejak saat itu, upacara Yadnya Kasada dilakukan setiap tahun untuk mengenang pengorbanan tersebut sekaligus menjaga hubungan harmonis dengan Sang Hyang Widi. Legenda ini terus diturunkan dari generasi ke generasi, sehingga nilai spiritual dan budaya tetap melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Tengger.
Peran Pariwisata dalam Melestarikan Tradisi
Upacara Kasada kini tidak hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga atraksi budaya yang menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara. Ribuan pengunjung datang untuk menyaksikan langsung prosesi sakral yang berlangsung di tengah lautan pasir Bromo. Kehadiran wisatawan turut memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat setempat.
Namun, pariwisata juga menghadirkan tantangan, terutama dalam menjaga kesakralan tradisi. Masyarakat Tengger harus mampu menyeimbangkan antara pelestarian budaya dan kebutuhan ekonomi. Dengan pengelolaan yang baik, ritual ini tetap bisa menjadi identitas budaya sekaligus sumber penghidupan.
Keunikan Bahasa dan Adat Istiadat
Bahasa Tengger yang digunakan masyarakat masih erat kaitannya dengan bahasa Jawa Kuno. Hal ini menjadi salah satu ciri khas yang membedakan mereka dari komunitas sekitar. Melalui bahasa, nilai-nilai leluhur dan filosofi hidup terus diwariskan tanpa terputus.
Selain bahasa, adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari juga menunjukkan keunikan Suku Tengger. Mereka menjunjung tinggi nilai kejujuran, kesetiaan, dan keterbukaan. Prinsip hidup ini membuat masyarakat dikenal ramah serta mudah menerima tamu dari luar. Keunikan ini semakin memperkaya identitas budaya yang dimiliki.
Peran Generasi Muda dalam Melestarikan Budaya
Generasi muda Suku Tengger Bromo memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian tradisi. Melalui pendidikan formal maupun nonformal, mereka diajarkan untuk tetap menghormati budaya leluhur sekaligus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Banyak pemuda kini aktif dalam organisasi budaya, pemandu wisata, hingga promosi tradisi melalui media digital.
Pelestarian tradisi melalui generasi muda memastikan bahwa ritual Kasada dan nilai-nilai budaya tidak akan hilang meski modernisasi terus berkembang. Dengan demikian, identitas Suku Tengger tetap terjaga, sekaligus memberi kontribusi bagi kekayaan budaya nasional.
Nilai Filosofis dalam Kehidupan Suku Tengger
Kehidupan Suku Tengger Bromo sarat dengan nilai filosofi yang dalam. Mereka percaya bahwa menjaga keseimbangan dengan alam adalah kunci keberlangsungan hidup. Nilai ini tercermin dari cara mereka memperlakukan alam sebagai sumber kehidupan sekaligus tempat yang harus dihormati.
Upacara Kasada juga mengajarkan tentang pentingnya pengorbanan, kebersamaan, dan rasa syukur. Nilai-nilai tersebut tidak hanya berlaku dalam konteks keagamaan, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sosial sehari-hari. Filosofi ini menjadikan masyarakat Tengger sebagai contoh nyata harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas.
BACA JUGA ARTIKEL LAINNYA > https://datahub.id/